Rabu, 11 Maret 2015

Benarkah Raden Kian Santang bertemu dengan Imam Ali Bin Abi Thalib (Sayidina Ali) ?


macan-siliwangi1
Sejarah Rd. Kian Santang memang penuh misteri dan banyak versi, tapi dari sekian cerita terdapat kisah yag perlu dicermati. diantaranya bahwa beliau pernah berguru kpd Sayidina Ali. apakah hal ini sesuai dengan apa yang di percaya masyarakat, mari kita lihat cerita ini dari beberapa versi cerita sehingga kita bisa melihat mana yang mendekati.
Sejarah Rakyat ke 1
Kiansantang merupakan sinatria yang gagah perkasa. Konon tak ada yang bisa mengalahkannya. Sejak kecil sampai dewasa, yaitu berusia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Kiansantang belum pernah tahu seperti apa darahnya. Dalam arti, belum ada yang menandingi kegagahannya dan kesaktiannya. Sering kali dia merenung seorang diri, memikirkan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi kesaktian dirinya. Akhirnya Prabu Kiansantang memohon kepada ayahnya supaya mencarikan seorang lawan yang dapat menandinginya.

Sang ayah memanggil para ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi Kiansantang. Namun tak seorangpun yang mampu menunjukkannya. Tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi kegagahan Prabu Kiansantang adalah Sayyidina Ali, yang tinggal jauh di Tanah Mekah. Sebetulnya pada waktu itu Sayyidina Ali telah wafat, namun kejadian ini dipertemukan secara gaib dengan kekuasaan Alloh Yang Maha Kuasa. Lalu , orang tua itu berkata kepada Prabu Kiansantang: “Kalau memang kau mau bertemu dengan Sayyidina Ali, kau harus melaksanakan dua syarat: Pertama,harus mujasmedidulu di ujung kulon. Kedua, namamu harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang – Berani, Setra – Bersih/ Suci).
setelah Prabu Kiansantang melaksanakan dua syarat tersebut, maka berangkatlah dia ke tanah Suci Mekah pada tahun 1348 Masehi. Setiba di tanah Mekah, ia bertemu dengan seorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, tetapi Kiansantang tidak mengetahui bahwa laki-laki itu bernama Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang yang namanya sudah berganti menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu.
“Kenalkah dengan orang yang namanya Sayyidina Ali?” tentu laki- laki itu menjawab dengan jujur, mengiyakannya, bahkan ia bersedia mengantar Kian Santang.
Sebelum berangkat, laki-laki itu menancapkan dulu tongkatnya ke tanah. Setelah berjalan beberapa puluh meter,
Sayyidina Ali berkata, “Wahai Galantrang Setra, tongkatku ketinggalan di tempat tadi, tolong ambilkan dulu!”
Semula Galantrang Setra tidak mau. Namun Sayyidina Ali mengatakan jika tidak mau, tentu tidak akan bertemu dengan Sayyidina Ali. Terpaksalah Galantrang Setra kembali ketempat bertemu, untuk mengambilkan tongkat.
Setibanya di tempat tongkat tertancap, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, bahkan tidak sedikitpun berubah. Sekali lagi, Kian santang berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tetap tidak berubah. Ketiga kalinya, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dengan disertai tenaga bathin. Tetapi tongkat tetap tertancap di tanah dengan kokoh, sebaliknya kedua kaki Galantrang Setra amblas masuk ke dalam tanah, dan keluarlah darah dari tubuh Galantrang Setra.
Sayyidina Ali mengetahui kejadian itu, maka beliaupun datang. Setelah Sayyidina Ali tiba, tongkat itu langsung dicabut sambil mengucapkan Bismillah dan dua kalimat syahadat.Tongkatpun terangkat dan bersamaan dengan itu hilang pulalah darah dari tubuh Galantrang Setra. Galantrang Setra merasa heran, kenapa darah yang keluar dari tubuh itu tiba-tiba menghilang dan kembali tubuhnya sehat. Dalam hatinya ia bertanya. “Apakah kejadian itu karena kalimah yang diucapkan oleh orang tua itu tadi?”. Kalaulah benar, kebetulan, akan kuminta ilmu kalimah itu. Tetapi laki-laki itu tidak menjawab. Alasannya, karena Galantrang Setra belum masuk Islam.
Kemudian mereka berdua berangkat menuju Mekah. Setelah tiba di Mekah, di tengah perjalanan ada yang bertanya kepada laki-laki itu dengan sebutan Sayyidina Ali. Galantrang Setra kaget mendengar panggilan ”Ali” tersebut. Ternyata laki-laki yang baru dikenalnya tadi tiada lain adalah Sayyidina Ali.
Setelah Kiansantang meninggalkan Mekah untuk pulang ke Tanah Jawa (Pajajaran), ia terlunta-lunta tidak tahu arah tujuan. Maka ia berpikir untuk kembali ke Mekah lagi dengan niat bulat akan menemui Sayyidina Ali, sekaligus bermaksud memeluk agama Islam. Pada tahun 1348 Masehi, Kiansantang masuk Islam. Ia bermukim selama dua puluh hari sambil mempelajari ajaran agama Islam. Kemudian dia pulang ke tanah Jawa (Pajajaran) untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan saudara-saudaranya.
Setibanya di Pajajaran, ia bertemu dengan ayahnya. Kian Santang menceritakan pengalamannya selama bermukim di tanah Mekah serta pertemuannya dengan Sayyidina Ali. Pada akhir ceritanya, ia memberitahukan bahwa dirinya telah masuk Islam dan berniat mengajak ayahnya untuk memeluk agama Islam. Prabu Siliwangi kaget sewaktu mendengar cerita anaknya, terlebih ketika anaknya mengajak masuk agama Islam. Sang ayah tidak percaya, dan ajakannya ditolak

Sejarah Rakyat ke 2.
Menurut catatan dari para orang tua, Kian Santang yg asli hidup pada zaman Taruma Nagara (abad 7). Dia adalah pangeran yang bisa menundukan serbuan Dinasty Tang dari Cina. Kian santang artinya Ksatria Penakluk Dinasty Tang. Dia terkenal kuat (sakti) dan hanya dapat dikalahkan oleh Sayidina Ali.
Dahulu kisah Kian Santang ditulis dalam buku dan tersimpan di perpustakaan kerajaan Padjadjaran.
Alkisah Pangeran Walangsungsang yg merupakan putera Prabu Silihwangi merupakan seorang ulama yg menyebarkan Islam di Tanah Pasundan (dimulai dari Cirebon). Dalam dakwahnya beliau selalu menceriterakan kisah Kian Santang (yag dia baca di Perpustakaan Kerajaan padjajaran). Namun kisah tersebut sedikiit dirubah disesuaikan dengan kepentingan dakwahnya. Masyarakat yg mendengar ceriteranya beranggapan bahwa kian Santang itu dia sendiri (Rd. Walangsungsang).
Alkisah sebelum Prabu Silihwangi menikah dengan Ny. Subang Larang beliu telah masuk Islam. Jd cerita bahwa terjadi perang antara Kian santang dengan Silihwangi gara-gara berbeda agama perlu dicermati dg bijak. Sudah bukan rahasia lg bahwa sejarah kita banyak direkayasa oleh pihak luar dg tujuan mengadu domba (devide et impera).
Logika Waktu Beliau Hidup.
Sayidina Ali hidup pd abad 8 M. sementara Rd Sangara (yg sll disebut Rd Kian Santang) hidup pada abad 15. Bgmn mungkin beliau berdua bisa ketemu padahal hidup pada zaman yg berbeda (terpaut 800 tahun) ?
Jadi Apakah Raden Kian Santang Bertemu dengan Sayidina Ali, atau memang itu hanya sebuah kisah Pangeran Walangsungsang untuk menyebarkan pemahaman islam di tanah sunda. semua kembali lagi bahwa hal ini adalah sebuah kisah untuk menginspirasi kita dalam menjalankan kehidupan.

2 komentar:

  1. Susah di terima,, sejarah nya,yg tidak ada di hadist nabiSaW, jangan di percaya,takut sesat nanti nya, kita percaya yg sejarah shohih aja

    BalasHapus
  2. Selama dalam hadits riwayat tidak ada cerita kejadiannya tak perlu di percayai..... Karena jarak usia sayidina ali dan kian santang terpaut sangat jauh.

    BalasHapus